Jumat, 26 Agustus 2011

Tukang Sapu dan Partai Berlambang Sapu

(Persembahan Untuk Republik Yang Akan Berulang Tahun)


Deru mesin pejabat
menghentakan kesunyian malam
meninggalkan segumpal asap
bagi sang penjual sapu
yang sedang ditelantarkan bangsa
yang hanya ditemani lampu jalan
di sebuah persimpangan jalan
kota tua sunda kelapa

Sang penjual sapu di persimpangan jalan
mengais-ngais seperti binatang kelaparan
hanya untuk mengisi perut
yang telah kehilangan kasih dari sesama

Lalu,
hanya dengan baju lusuh dan sobek-sobek
tanpa alas kaki
berjuang dalam kedinginan
sambil menelusuri sepanjang trotoar

Ada mata yang memandang
tak satupun yang peduli
hanya merasa haru
hanya sebuah litani perasaan iba

Beginikah nasib kaum terlantar
yang masa depan begitu suram,
teramat suram malahan
mengharapkan sesuatu dalam kehampaan
menangis tanpa suara
lantaran manusia-manusia eksistensialis
lebih suka menyebut dirinya bohemian

Di televisi ada berita konsolidasi kumpulan orang-orang suci
yang mendukung oposisi
mulai dari oposisi blok teuku umar
hingga blok ciganjur
berebut ingin jadi partner sirkus di cikeas
karena istana negara bukan lagi milik rakyat

Sudah lama istana itu jadi milik tuan-tuan pemodal
sejak geng cendana yang pengecut itu
membuka seluas-luasnya kesempatan
bagi tuan-tuan pemodal bercokol

Tahukah si penjual sapu tentang itu,
tahukah dia, kalau sapunya jadi lambang partai baru
partai para teknokrat,
para teknorat yang dulunya juga adalah babu-babu cendana,
babu-babu yang turut mendirikan orde baru

Yang penjual sapu tahu pasti,
hari ini sapunya tak bakal selaku pernak-pernik merah-putih
hari ini ada ritual ceremonial tahunan
orang-orang berbondong ikut apel sambil pekik merdeka
atau upacara penyerahan penghargaan bintang jasa
pada para elit pemain sirkus atau pada sanak famili bahkan istrinya pemimpin sirkus
dan di tempat lainnya,
ada pemain sirkus lain yang baru digelandang dari pelarian
ke luar negeri
yang pada waktunya akan menikmati bintang jasa
dan gelimang kemewahan

Pikirnya,
kalau memang sudah merdeka, lantas
mengapa dia, yang menjadi penjual sapu,
masih berdesak-berhimpitan di tepi cisadane
yang sewaktu-waktu bakal digusur pol-pp
kalau sudah merdeka, lalu
mengapa masih banyak buta huruf dan kurang gizi
mau mengadu, bingung kepada siapa harus mengadu
trotoar dan debu jalanan kota tua sunda kelapa
sudah cukup menjadi sahabatnya

Dirgahayu ke-66 buat Republik Indonesia, semoga lekas 'merdeka'!





                                                                                               YKG, 17 / 08 / 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar